IDEALISME HEGEL
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Umum
Dosen Pengampu : DR. Sembodo Ardi Widodo
Disusun oleh :
1. Rahmat Danar Duhri (12420101)
2. Muhammad Bilal
Syari’ati ( 12420102)
3. Ahmad Fadil (12420103)
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGUGURAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kita
mengenal beberapa filsafat filsafat modern seperti empirime, rasionalisme, dan
lain lain. Dan dalam dunia filsafat tidak terlepas juga para tokoh tokoh yang
sangat fenomenal dalam perkembangan pemikiran pemikirannya.
Salah satu tokoh
filsafat yang terkenal adalah Hegel. Hegel membangun pemahaman filsafatnya yang
disebut “Idealisme Hegel atau Idealisme Absolut”. Dengan metodenya yang
terkenal dengan sebutan dialektika.
Kata idealis
sering kita dengar atau bahkan kita pakai dalam kehidupan sehari-hari. Akan
tetapi kata idealis dalam filsafat mempunyai arti yang sangat berbeda dari
artinya dalam bahasa sehari-hari. Secara umum, kata itu dapat kita artikan
ketika seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika dan agama
serta menghayatinya.
Sedangkan idealism dalam filsafat mempunyai arti suatu aliran yang
mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungan
pada jiwa (mind) dan spirit (roh).
Pandangan ini telah dimiliki oleh Plato dan pada filsafat modern
dipelopori oleh J.G. Fichte, Schelling, dan Hegel. Ketiganya memiliki
kecenderungan yang berbeda-beda didalam menafsirkan apa itu idealisme dalam
mengartikan ide, pikiran, jiwa dan juga realitas alam diluar manusia. Akan
tetapi dalam makalah ini hanya akan membahas mengenai cara pandang Hegel saja.
Sebelum masuk
dalam pembahasan cara pandang Hegel, akan terlebih dahulu dijelaskan mengenai
apa itu idealisme.
B.
Rumusan
Masalah
Dari pemaparan
sedikit diatas muncul beberapa pertanyaan dari penulis :
1.
Apa
yang dimaksud dengan idealisme ?
2.
Siapakah
Hegel itu ?
3.
Apa
pemikiran Hegel
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk:
1.
Mengetahui aliran
filsafat idealisme
2.
Mengetahui tokoh
filsafat idealisme
3.
Mengetahui pemikiran
tokoh tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Idealisme
Idealisme merupakan
salah satu aliran dalam sejarah filsafat barat modern yang berpandangan bahwa
kenyataan akhir yang sungguh-sungguh nyata itu adalah pikiran (idea) dan
bukanlah benda di luar pikiran kita (materi). Menurut sebuah kamus filsafat
dikatakan bahwa idealisme adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa objek
pengetahuan yang sebenarnya adalah ide (idea); bahwa ide-ide ada sebelum
keberadaan sesuatu yang lain; bahwa ide-ide merupakan dasar dari ke-ada-an
sesuatu. Di dalam filsafat, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa
hakekat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungan pada jiwa (mind)
dan spirit (roh). Dalam tataran epistemologis, idealisme berpendapat bahwa
dunia eksternal hanya dapat dipahami hanya dengan merujuk pada ide-ide dan
bahwa pandangan kita tentang alam eksternal selalu dimediasi oleh tindakan
pikiran.
Terma idealisme
berasal dari akar kata Yunani idea yang berarti pandangan (vision) atau
kontemplasi. Istilah ini pertama kali digunakan secara filosofis oleh filosof
dan matematikawan Jerman G. W. Leibniz yang merujuk pada pemikiran Plato dan
memperlawankannya dengan empirisisme. Istilah ini digunakan sebagai nama untuk
teori tentang ide-ide arketip (archetypal ideas) dan untuk doktrin
epistemologis Rene Descartes dan John Locke yang menyatakan bahwa ide—yang
dalam doktrin ini berarti objek pemahaman manusia—bersifat subyektif dan
dipunyai secara pribadi. Kata idealisme semakin populer setelah digunakan oleh
Immanuel Kant yang menyebut teori pengetahuannya sebagai idealisme kritis atau
idealisme transendental.
Ada beberapa
aliran idealisme filosofis. Yang paling terkenal adalah idealisme Jerman yang
ditandai oleh tiga tahap perkembangan dalam sosok tiga filosof. Tahapan pertama
adalah J. G. Fichte yang berpandangan idealisme subjektif. Tahap selanjutnya
adalah F. W. J. Schelling pada tahap menengah perkembangan filosofisnya yang
berpendirian idealisme objektif. Puncak idealisme Jerman tercapai di tangan G.
W. F. Hegel yang pemikirannya disebut idealisme absolut sebagai hasil sintesis
dari idealisme subjektif dan objektif.
B.
Biografi
Hegel (1770-1831)
Filsuf besar
Hegel yang bernama lengkap Georg Wilhelm Friedrich Hegel dilahirkan di Stuttgart pada tanggal 27
Agustus 1770 dan meninggal 14 November 1831 pada umur 61 tahun. Di masa
kecilnya, ia lahap membaca literatur, surat kabar, esai filsafat, dan
tulisan-tulisan tentang berbagai topik lainnya. Masa kanak-kanaknya yang rajin
membaca sebagian disebabkan oleh ibunya yang luar biasa progresif yang aktif
mengasuh perkembangan intelektual anak-anaknya. Keluarga Hegel adalah sebuah
keluarga kelas menengah yang mapan di Stuttgart. Ayahnya seorang pegawai negeri
dalam administrasi pemerintahan di Württemberg. Hegel adalah seorang anak yang
sakit-sakitan dan hampir meninggal dunia karena cacar sebelum mencapai usia
enam tahun. Hubungannya dengan kakak perempuannya, Christiane, sangat erat, dan
tetap akrab sepanjang hidupnya.
Pada usia 18
tahun ia masuk Universitas Tubingen, Jerman. Dan mulai mempelajari filsafat dan
teologi. Disana ia bertemu dengan Friedrich Hölderlin dan Friedrich Wilhelm
Joseph Schelling yang kemudian berpengaruh pada perkembangan pemikirannya.
Merasa senasib ketiganya menjadi teman akrab dan sering bertukar pikiran.
Ketiganya memperhatikan peristiwa Revolusi Prancis dengan antusias. Schelling
dan Hölderlin mempelajari filsafat Kant dengan serius, sementara Hegel
bercita-cita menjadi filosof popular, yaitu menyederhanakan ide-ide sulit para
filosof. Dari Tubingen ia pindah ke Switzerland dan memperdalam filsafat
pengetahuan di Frankrut. kemudian Karir akademisnya menanjak ketika ia mengajar
di Universitas Jena dan pada tahun 1805 Hegel ditasbih sebagai profesor
filsafat.
Diantara
tulisan-tulisannya yang terpenting adalah The Phenomenology of Mind, The
Science of Logic, dan The Philosophy of Right. Dua yang pertama mungkin
dapat disebut sebagai buku paling kabur dalam seluruh filsafat, dan tentu saja
menghasilkan paling banyak tafsiran.
C.
Pemikiran
Hegel
Idealisme
Jerman memuncak pada Hegel, dialah seorang filsuf terakhir barat yang mempunyai
bangunan filosofis yang utuh, dan hampir filsuf setelahnya hanya mengembangkan
beberapa bagian saja dari isu-isu filosofis.
Inti filsafat
Hegel adalah konsep Geitst (roh, spirit), suatu istilah yang diilhami oleh
agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak itu dengan yang tidak mutlak.
Yang mutlak itu roh (jiwa), menjelma pada alam sehingga sadarlah ia akan
dirinya. Roh itu dalam intinya idea, artinya berfikir. Dalam sejarah
kemanusiaan, sadarlah roh ini akan dirinya. Demikian pula, kemanusiaan
merupakan bagian pula dari idea mutlak, Tuhan sendiri.idea yang berfikir itu
sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerakan lain. Gerak ini menimbulkan
tesis yang dengan sendirinya menimbulkan gerak yang bertentangan, antitesis.
Adanya tesis dan antitesisnya itu menimbulkan sintesis dan ini merupakan tesis
baru yang dengan sendirinya menimbulkan antitesisnya dan munculnya sintesis
baru pula. Demikianlah proses roh atau idea yang disebut Hegel dialetika.
Proses itulah yang menjadi keterangan untuk segala kejadian. Proses itu berlaku
menurut hukum akal.
Sebagai seorang filsuf yang berkembang pada
masa romantisme, sebagaimana telah diaawali oleh Kant pikirannya banyak yang dipengaruhi
Kant. Tetapi ia tidak pernah menjadi pengikut Kant, perbedaan diantara keduanya
lebih besar daripada perbedaan Plato dan Aristoteles. Namun, Hegel tidak akan
menemukan metode dialektikanya tanpa memulainya dari dalektika transendental
yang dikembangkan oleh Kant dalam Critique of Pure Reason. Sekalipun demikian,
filsafat Hegel amat berbeda dengan filsafat Kant, terutama tentang keterbatasan
akal dan pandangan tentang spirit (ruh).
Berbeda dengan
Kant, yang dalam posisi transendent, Hegel berusaha melakukan sintesis terhadap
dua kecenderungan antara subjektif dan objektif idealisme, dan pada akhirnya
memunculkan pandangan absolut idealisme. Menurutnya, realitas dunia adalah
refleksi dari sebuah pikiran dimana segala sesuatu dinisbahkan pada ide dan
maksud-maksud dari suatu akal yang mutlak. Mungkin pandangan ini seakan kembali
pada idealisme ala Plato, akan tetapi Hegel telah mengembangkannya pada taraf
pemikiran tentang hakekat alam dalam realitas yang lebih absolut sebagai sebuah
ide. Menurutnya Ide adalah esensi dari alam dan alam adalah keseluruhan jiwa
yang diobjektifkan. Alam adalah akal yang mutlak yang memngekpresikan dirinya
dalam bentuk luar. Inilah yang benar-benar membedakannya dirinya dengan Kant,
pandangannya tentang alam sebagai sesuatu yang absolut.
Untuk
mengetahui bagaimana idealisme absolutnya Hegel berbicara, kita dapat
melihatnya dari pandangan metafisikanya dan juga nantinya pandangannya tentang
alam. Bagian metafisikanya dimulai dari pembahasan tentang rasio. Hegel sangat
mementingkan rasio ataupun pikiran. Hal ini menunjukkan dia sebagai seoarang
yang sangat idealis. Menurutnya, pikiran yang dimaksudnya bukan hanya pada
manusia perorangan, tetapi adalah sebuah rasio atau pikiran pada subjek yang
absolut, karena Hegel juga menerima prinsip idealistik bahwa realitas
seluruhnya harus disetarafkan dengan suatu objek.
Dalil Hegel yang
kebudian terkenal berbunyi : “Semua yang
real (nyata) bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat real (nyata)”.
Maksudnya, luasnya rasio sama dengan luasnya realitas. Realitas seluruhnya
adalah proses pemikiran dan ide yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan
perkataan Hegel bahwa seluruh realitas adalah spirit yang lambat laun menjadi
sadar akan dirinya.
Dalam
filsafatnya Hegel menggunakan metode yang disebutnya dengan dialektika. Namun,
dialektika bukanlah sekadar digunakan untuk menjelaskan. Lebih luas dari itu,
menurut Hegel, dalam realitas ini berlangsung dialektika. Dialektika yang
berlangsung dalam realitas itu diungkapkan oleh Hegel dalam filsafatnya. Menurut
Hegel, yang dimaksud dengan dialektika adalah mendamaikan dan mengkompromikan
hal-hal yang berlawanan. Proses dialektika selalu terdiri atas tiga fase. Fase
pertama (tesis) dihadapi antithesis (fase kedua), dan akhirnya timbul fase
ketiga (sintesis).
Berikut
bagaimana sistem itu berjalan. Kita mulai dengan TESIS (suatu pernyataan
diajukan bagi suatu argumen). Bertentangan dengan ini adalah suatu pernyataan
kontradiktif atau ANTITESIS. Dari pertentangan ini muncullah suatu SINTESIS
yang memadukan. Menurut Hegel dalam sintesis itu, tesis dan antitesis itu
menjadi aufgehoben. Kata jerman ini mempunyai lebih dari satu arti. Disatu
pihak kata aufgehoben berarti dicabut, ditiadakan, tidak berlaku lagi. Tetapi
di lain pihak kata tersebut berarti juga diangkat, dibawa pada taraf yang lebih
tinggi. Dengan perkataan lain, dalam sintesis, baik tesis maupun antitesis mendapat
eksistensi baru. Atau dengan perkataan lain lagi, kebenaran yang terkandung
dalam tesis dan antitesis tetap disimpan dalam sintesis, tetapi dalam bentuk
yang lebih sempurna. Dan ini akan berlangsung terus. Sintesis yang dihasilkan
dapat menjadi tesis baru yang menampilkan antitesis lagi dan akhirnya
dua-duanya dapat diperdamaikan menjadi sintesis baru. Proses ini berlangsung
terus sampai mencaapai ide absolut.
Penting
diperhatikan di sini bahwa sintesis bukanlah merupakan dua garis lurus yang
ujungnya bertemu dan bersatu seperti pada konvergensi. Tesis dan antithesis
adalah dua garis lurus yang berhadapan, lalu bertemu dan menghasilkan sintesis.
Sekarang
marilah kita memandang beberapa contoh aplikasi dialektika.
Contoh pertama menyangkut tiga bentuk negara.
Bentuk negara yang pertama ialah diktatur, di sini hidup kemasyarakatan diatur
dengan baik, tetapi para warga negara tidak mempunyai kebebasan apa pun juga
(tesis). Keadaan ini menampilkan lawannya, anarki (antitesis). Dalam bentuk negara
ini para warga negara mempunyai kebebasan tanpa batas, tetapi hidup
kemasyarakatan menjadi kacau. Tesis dan antitesis ini diperdamaikan dalam suatu
sintesis, yaitu demokrasi. Dalam bentuk negara yang ketiga ini kebebasan para
warga negara dijamin dan dibatasi oleh undang-undang dasar dan hidup
kemasyarakatan berjalan dengan memuaskan ( sintesis). Dalam demokrasi, baik
diktatur maupun anarki dijadikan "aufgehoben". Itu berarti bahwa
dengan timbulnya demokrasi kedua bentuk lain sudah lewat atau sudah tidak ada
lagi. Tetapi itu berarti juga bahwa apa yang bernilai dalam diktatur dan anarki
masih disimpan pada taraf lebih tinggi dalam demokrasi. Yang bernilai dalam
diktatur ialah hidup kemasyarakatan yang teratur dan yang bernilai dalam anarki
ialah kebebasan. Nah, kedua-duanya disimpan dalam demokrasi konstistusional
tetapi demikian rupa sehingga sudah diperdamaikan satu sama lain.
Contoh kedua adalah keluarga yang
terdiri dari suami, isteri dan anak. Bagi suami sang isteri adalah yang lain
dan bagi isteri sang suami adalah yang lain. Suami dan isteri merupakan dua
kutub yang bertentangan (tesis dan antitesis). Nah, anak dapat dianggap sebagai
sintesis yang memperdamaikan tesis dan antitesis tadi. Bagi suami, anak tidak
merupakan yang lain begitu saja, sebab dalam anaknya ia mendapati sebagian
dirinya sendiri. Bagi isteri juga, anak tidak merupakan yang lain begitu saja,
sebab dalam anaknya ia menemui sebagian dirinya sendiri. Pertentangan antara
suami dan isteri sudah menjadi "aufgehoben" dalam si anak.
Contoh ketiga
adalah tiga konsep yang sering dipakai dalam filsafat: "ada", "ketiadaan", "menjadi". "Ada" merupakan tesis. Lawannya adalah "ketiadaan" yang
merupakan antitesis. Tetapi pertentangan ini diperdamaikan dalam sintesisnya,
yaitu "menjadi". Apa sebabnya? Karena "menjadi" berarti
sebagian ada sebagian tidak ada. Hal yang menjadi memang sudah ada tetapi belum
sepenuh-penuhnya.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Idealisme secara umum selalu berhubungan dengan rasionalisme. Ini
adalah mazhab epistemologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan apriori atau
deduktif dapat diperoleh manusia denga akalnya.
Idealisme di Jerman mencapai puncaknya pada masa Hegel. Ia termasuk
salah satu filosof Barat yang menonjol. Inti filsafat Hegel adalah konsep
Geitst (roh, spirit), suatu istilah yang diilhami oleh agamanya. Ia berusaha
menghubungkan yang mutlak itu dengan yang tidak mutlak.
Untuk menjelaskan filsafatnya, Hegel menggunakan dialektika sebagai
metode.yang dimaksud dengan dialektika ialah mendamaikan, mengompromikan hal-hal
yang berlawanan.
Proses
dialektika selalu terdiri atas tiga fase. Fase pertama (tesis) dihadapi
antithesis (fase kedua), dan akhirnya timbul fase ketiga (sintesis).
terima kasih atas postingan kakak. ini sangat membantu kami dalam memahami idealisme. akan menjadi bahan acuan untuk tugas kami dan semoga kami juga bisa membuat artikel dari pemahan kami. terima kasih.
BalasHapus