Kamis, 06 Desember 2012

Takhrij Hadits


TAKHRIJ HADITS
A.    Pengertian Takhrij
Secara etimologis, takhrij (تخريج)  memiliki beberapa makna. Tetapi yang paling mendekati adalah berasal dari kata kharaja (خرج)  yang artinya tampak atau jelas. Demikian juga kata al-ikhraj (الاخرج) yang artinya menampakkan atau memperlihatkan. Dan al-makhraj (المخرج) yang artinya tempat keluar, dan akhrajal-hadits kharrajahu (اخرج الحديث خرّجه) yang artinya menampakkan atau memperlihatkan hadits kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.
Secara terminologis, التخريج هو الدلالة على موضع الحديث في مصادره الاصليّة الّتي اخرجته بسنده. ثمّ بيان مرتبته عند الحاجة   
Artinya : “takhrij menurut ahli hadits adalah memberikan informasi tentang tempat hadits pada sumber aslinya dengan penjelasan sanad dan derajatnya ketika diperlukan”.

B.     Tujuan Takhrij
Tujuan dari takhrij hadits antara lain :
1.      Untuk mengetahui sumber-sumber hadits dari kitab-kitab pokoknya.
2.      Mengetahui eksistensi suatu hadits apakah benar hadits yang dilacak tersebut merupakan hadits Nabi saw.
3.      Mengetahui kondisi dan kualitas dari sisi maqbul dan mardudnya.

C.     Manfaat Takhrij
Takhrij hadits memberikan manfaat yang sangat banyak sekali.
Dengan adanya takhrij kita dapat sampai kepada pembendaharaan-pembendaharaan Sunnah Nabi. Diantara manfaat takhrij adalah :
1.      Mengetahui sumber-sumber hadits beserta perawi-perawinya.
2.      Mengetahui kondisi hadits yang sebenarnya, yaitu dengan melihat satu persatu hadits yang telah ditakhrij.
3.      Mengetahui kondisi sanad secara keseluruhan dari sisi bersambung dan terputusnya sanad.
4.      Meningkatkan kualitas hadits dengan ditemukannya banyak sanad saat mentakhrij.
5.      Mengetahui masa dan tempat kejadian timbulnya hadits.
6.      Mengetahui nama perawi dengan gelar dan julukannya secara jelas.
7.      Menjelaskan makna yang dirasa asing pada matan.
8.      Mengungkapkan hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh seorang perawi.
9.      Mengetahui lafadz yang mudraj (ucapan perawi yang tersusup dalam matan hadits). Dan lain-lain.
Secara ringkas, melalui takhrij kita dapat :
a.       Mengumpulkan berbagai sanad dari sebuah hadits.
b.      Mengumpulkan berbagai redaksi dari sebuah matan hadits.

D.    Metode Takhrij
Untuk mengetahui kejelasan hadits beserta sumber-sumber aslinya
(takhrij), paling tidak ada lima metode yang dapat digunakan oleh mereka yang ingin menelusurinya, yaitu :
1.      Takhrij menurut lafal pertama hadits.
Takhrij dengan menggunakan metode ini disyaratkan harus tahu
lafal-lafal pertama hadits yang akan dicarinya. Jika lafal pertama sudah diketahui, maka langkah selanjutnya adalah melihat huruf pertama dari lafal tersebut, demikian pula dengan huruf kedua, ketiga dan selanjutnya (seperti saat mencari kosakata bahasa arab dalam kamus). Sebagai contoh hadits yang berbunyi : من غشّنا فليس منّا   maka langkah untuk mencarinya adalah :
a.       Lafal pertamanya dengan membukanya pada bab mim
b.      Kemudian mencari huruf kedua (nun) setelah huruf mim tersebut
c.       Kemudian cari huruf ghain setelah huruf mim dan nun tersebut.
d.      Dan begitu seterusnya sesuai dengan urutan huruf-huruf hijaiyah pada lafal-lafal matan hadits.
Kitab-kitab yang dapat digunakan untuk metode ini antara lain : Al-Jami’ Ash-Shaghir minal-Ahadits Al-Basyir An-Nadzir, karya imam jalaluddin ash-Suyuthi (w.911 H), Al-Jami’ Al-Kabir, karya Syeikh Nabhany, Jam’ul Al-Jawami’ (Al-Jami’ul Kabir), karya Imam Suyuthi, dan lain-lain.

Kelebihan dan kekurangan metode pertama
Kelebihan metode ini diantaranya, kita dapat melacak hadits dengan cepat jika sudah diketahui lafal pertamanya. Adapun kekurangannya, jika terjadi perubahan sedikit saja pada lafal pertama kita tidak akan mungkin bisa menemukan hadits yang kita cari. Misalnya kita akan mencari hadits yang berbunyi اتاكم اذا tapi yang kita ingat  لواتاكمatau   اذا جاءكم maka hadits tersebut tidak akan ditemukan walaupun lafal-lafal tersebut masih satu makna.

2.      Takhrij menurut salah satu lafal dalam hadits
Metode ini dilakukan dengan memilih kosakata mana yang akan
kita gunakan sebagai kunci atau alat bantu untuk mencari hadits. Bisa dicari melalui kosakata yang berbentuk isim, maupun fi’il dengan berbagai macam tashrifnya. Adapun pencarian melalui huruf tidak dapat dilakukan dalam metode ini.
            Dalam pencarian hadits dengan metode ini diupayakan agar menggunakan kosakata yang jarang dipakai atau asing dalam hadits agar pencarian dapat dilakukan dengan cepat. Misalnya hadits yang berbunyi :
انّ النّبيّ صلىّ اللّه عليه وسلّم نهى عن طعام المتباريين ان يؤكل
Agar pencarian dapat dilakukan dengan lebih cepat maka kita pilih kata المتباريين dalam entri تبارى . karena kosa kata ini relatif lebih sedikit digunakan dibandingkan kosa kata lain seperti : نهى  طعام ,atau يؤكل
            Kitab yang digunakan mentakhrij dengan metode ini adalah al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaadzi al-Hadits an-Nabawi, berisi hadits-hadits dari sembilan kitab yang paling terkenal diantara kitab-kitab hadits, yaitu : Kutub as-Sittah, Muwaththa’ Imam Malik, Musnad imam Ahmad, dan Musnad ad-Darimi. Kitab ini disusun oleh tim yang terdiri dari enam orang orientalis, dan diketuai oleh Prof. Dr. Vensink (w. 1939 M), seorang guru bahasa Arab di Universitas Leiden Belanda dan kemudian diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abdul-Baqi.

Kelebihan dan kekurangan metode kedua
            Kelebihannya, 1) dengan sebatas mengetahui salah satu kosa kata dalam hadits sudah dapat kita gunakan untuk mentakhrij. 2) terdapat informasi rinci tentang nama kitab, bab, dan nomor hadits.
            Kekurangannya, 1) proses pencarian akan terasa sulit jika kita tidak dapat menemukan akar kata dari lafadz yang akan kita cari. 2) hadits yang ditampilkan terkadang tidak sesuai secara persis dengan yang kita cari.
           
3.      Takhrij menurut perawi hadits pertama
Metode takhrij yang ketiga ini berlandaskan pada perawi pertama
suatu hadits, baik perawi tersebut dari kalangan sahabat bila sanadnya bersambung kepada Nabi (mutashil), atau dari kalangan tabi’in bila hadits itu mursal. Sebagai langkah pertama ialah mengenal terlebih dahulu perawi pertama setiap hadits yang akan kita takhrij kitab-kitabnya. Langkah selanjutnya mencari nama perawi pertama tersebut dalam kitab-kitab itu, dan kemudian mencari hadits yang kita inginkan diantara hadits-hadits yang terletak dibawah nama perawi pertamanya itu. Bila kita telah menemukannya, maka kita akan mengetahui pula ulama hadits yang meriwayatkannya.
            Metode ini tidak mungkin digunakan tanpa mengetahui terlebih dahulu dengan pasti perawi pertamanya.
Kitab yang digunakan untuk mentakhrij dengan metode ini adalah
Kitab musnad, seperti musnad imam Ahmad bin Hanbal, dan kitab al-athraf. Kebanyakan kitab-kitab al-athraf disusun berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan nama mereka sesuai susunan huruf abjad. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadits itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-athraf tadi untuk kemudian mengambil hadits secara lengkap.

Kelebihan dan kekurangan metode ketiga
           Kelebihannya, lebih tepat dalam mendapatkan hadits yang dicari, karena langsung fokus pada hadits yang diriwayatkan oleh sahabat yang dimaksud.
           Adapun kekurangannya, tidak mungkin menggunakan cara ini jika tidak diketahui perawinya. Susunan semacam ini, terkadang membutuhkan kesabaran saat mencari hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang meriwayatkan banyak hadits, karena harus mencari satu persatu dari sekian banyak hadits riwayat perawi yang dimaksud.

4.      Takhrij menurut tema pembahasan hadits
Takhrij ini bersandar pada pengenalan tema hadits. Takhrij dengan
menggunakan metode ini dituntut kecerdasan dan pengetahuan tentang fiqh hadits. Seorang pentakhrij diharuskan mampu memetakan hadits yang dicari sesuai dengan tema yang berkaitan dengan hadits yang dicari.
            Jika telah diketahui tema pembahasan hadits, maka bisa dibantu dalam takhrijnya dengan karya-karya hadits yang disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul. Cara ini banyak dibantu dengan menggunakan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar isi hadits yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan. Kitab ini disusun oleh Prof. Dr. Arinjan Vensik yang juga penyusun kitab Mu’jam al-Mufahras. Kitab ini mencakup daftar isi untuk 14 kitab hadits yang terkenal, yaitu : al-kutub at-tas’ah (sebagaimana yang digunakan dalam al-Mu’jam al-Mufahras) ditambah dengan kitab Musnad Abu Daud Ath-Thayalisi, Musnad Zaid bin ‘Ali, Sirah Ibnu Hisyam, Maghazi Al-Waqidi, dan Thabaqat Ibnu Sa’ad.

Kelebihan dan kekurangan metode keempat
            Kelebihannya, 1) cukup dengan mengetahui makna yang terkandung dalam hadits sudah dapat menggunakan metode ini. 2) metode ini mengasah peneliti saat berusaha menemukan makna yang terkandung dalam hadits yang hendak dicari. 3) metode ini akan memberikan informasi tentang hadits yang dicari dan hadits-hadits lain yang sesuai dengan topiknya.
            Kekurangannya, 1) jika makna yang terkandung tidak ditemukan, maka metode ini tidak dapat digunakan. 2) terkadang makna hadits yang difahami penyusun berbeda dengan yang difahami oleh pentakhrij sehingga hadits tidak ditemukan.

5.      Takhrij menurut sifat dan jenis hadits
Saat akan mentakhrij sebuah hadits, dapat kita gunakan salah satu
dari metode-metode takhrij diatas. Adapun metode kelima ini memberikan nuansa baru. Jika dalam hadits yang akan kita cari nampak sifat yang jelas akan jenis hadits tersebut, maka sifat itu dapat digunakan sebagai patokan dalam mencari hadits.
           Para ulama telah mengklasifikasikan hadits-hadits nabi dalam kelompok-kelompok tertentu sesuai dengan jenisnya. Bagi peneliti tidak akan kesulitan tatkala hendak melacak hadits jika sudah ditemukan jenis tersebut. Misalnya jika sudah diketahui bahwa hadits yang akan kita cari masuk kategori hadits mutawatir, maka kita tinggal melacak di kitab kumpulan hadits-hadits mutawatir. Jika kategori hadits maudhu’ maka dicari di kitab kumpulan hadits-hadits maudhu’ dan jika hadits qudsi, maka dilacak di kitab kumpulan hadits-hadits qudsi, dan sebagainya.
           Kitab-kitab yang dapat digunakan dalam metode ini cukup banyak sesuai dengan sifatnya masing-masing, antara lain : al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirah (berisi kumpulan hadits-hadits mutawatir) karya imam ash-Suyuthi, al-Ithafat as-Saniyah fi al-Hadits al-Qudsiyyah (kumpulan hadits-hadits qudsi) disusun oleh majlis al-A’la bidang al-Qur’an dan Hadits, Tanzih asy-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Akhbar asy-Syani’ah al-Maudhu’ah (kumpulan hadits maudhu’) karya ibn ‘Iraq, dan lain sebagainya.

Kelebihan dan kekurangan metode kelima
           Kelebihannya, metode ini cukup mudah dan simpel, karena kitab yang digunakan mentakhrij tidak banyak hingga melacaknya tidak terlalu sulit. Adapun kekurangannya, lebih dikarenakan minimnya kitab yang dimaksud hingga keleluasaan pelacakannya terbatasi.
                       
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar